Senin, 27 Agustus 2012

Ulama Aceh Haramkan valentine’s day

ACEH– Kalangan ulama Aceh menegaskan bahwa haram bagi umat muslim terutama kalangan remaja di provinsi itu memperingati “hari kasih sayang” (valentine day), karena bertentangan dengan nilai-nilai Syariat Islam yang berlaku menyeluruh (kaffah).
“Haram hukumnya bagi umat muslim memperingati Valentine Day sebab tidak sesuai dengan Syariat Islam,” kata Sekretaris jenderal Himpunan Ulama Dayah Aceh (Sekjen HUDA) Tgk Faisal Ali di Banda Aceh, Senin.
Kasih sayang dalam Islam itu tidak mesti ditentukan harinya, tapi setiap hari dan waktu untuk saling menyayangi sesama manusia. “Tidak sepatutnya generasi muda muslim ikut-ikutan dengan budaya dan cara hidup orang lain,” katanya menambahkan.
Faisal Ali yang juga Ketua Pimpinan Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Aceh mengimbau para orang tua muslim khususnya di provinsi berjuluk Serambi Mekah untuk memberikan pengetahuan agama dan mengawasi anak-anaknya.
“Jangan sampai generasi muda Islam di Aceh teracuni oleh budaya hidup yang bertentangan dengan nilai-nilai Islami. Karenanya, diperlukan kepedulian semua pihak khususnya para orang tua untuk membimbingnya,” katanya.
Tanggungjawab orang tua terhadap anak-anaknya tidak hanya sebatas memberikan nafkah dan memenuhi kebutuhan sandang serta pangan, tapi juga masalah pendidikan agama dan akhak, ujar Tgk Faisal Ali.
Selain itu, ia mengimbau pemerintah untuk menegakkan dan menerapkan Syariat Islam secara sungguh-sungguh dan ikhlas bukan karena motif politik, sehingga penegakannya hanya berjalan pada momentum tertentu.
“Penegakan Syariat Islam di Aceh sulit berjalan sesuai harapan jika tidak didukung sepenuhnya oleh pemerintah dan pihak-pihak berwenang lainnya. Jadi jangan tujuan politik menerapkan Syariat Islam di Aceh,” katanya.(bilal/aceh traffic/arrahmah.com) Bilal
 (Arrahmah.com) 
(nahimunkar.com)

Khasiat-khasiat Wangian Kasturi

Berdasarkan kajian yang dibuat oleh ilmuwan Islam terutamanya Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah R.A. dan ahli-ahli perubatan Islam, maka kasturi didapati mempunyai banyak khasiat, antaranya:-
1) Memberi kekuatan pada roh
Haruman adalah santapan roh, manakala kasturi adalah merupakan sewangi-wangi dan sebaik-baik haruman sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Sebaik-baik wangian adalah minyak kasturi” (Hadis Riwayat Muslim)
2) Menenangkan Jiwa
3) Mencerdaskan akal dan menyihatkan otak
4) Menghilangkan ketakutan dan kebimbangan
5) Menghilangkan debaran jantung
6) Menghilangkan Sesak Nafas
7) Melegakan Lelah (Asma)
8] Menyedarkan orang yang pengsan
9) Memperkuatkan organ luaran tubuh
10) Memperkuatkan organ dalaman tubuh
11) Menghilangkan rasa gementar
12) Menghilangkan sejuk tubuh
13) Membuang angin yang berlebihan dalam tubuh
14) Menawarkan racun atau bisa-bisa binatang
15) Menghilangkan kesakitan sewaktu kencing
16) menjernihkan mata putih pada mata
17) Berfungsi memelihara kesihatan secara keseluruhan
18] Mencegah wabak penyakit
19) Melanjutkan usia
20) Meredhakan Allah SWT, menyukakan para malaikat dan orang-orang soleh, dan sebaliknya dapat mengusirkan syaitan laknatullah dan kuncu-kuncunya.
Menurut Imam Syafie R.A. bahawa antara perkara yang dapat menguatkan badan jasmani ialah dengan mencium bau-bauan yang harum (spt kasturi).

Jumat, 24 Agustus 2012

JANGAN ANGGAP SPELE











BACA INI!!! PENTING... DARI 
RUMAH SAKIT UNIVERSITAS MIAMI...
PERINGATAN YANG SANGAT SERIUS... HARUS DI SHARE...
"Saya melakukannya setiap saat! Saya pikir saya tidak akan melakukannya lagi!"
Beberapa hari lalu, seseorang sedang cas HP nya di rumah. Pada saat bersamaan, ada telp masuk dan dia menjawab telpon dengan charger masih terhubung ke stop kontak.

Setelah beberapa detik, listrik yang mengalir ke HP tak terkendali, dan pemuda itu terlempar terlempar ke tanah dengan bunyi yang keras. Seperti yang kamu lihat, HP nya meledak.
Orang tuanya segera ke kamar dan menemukan pemuda itu tidak sadarkan diri, dengan detak jantung yang lemah dan jari-jari yang terbakar. Pemuda itu segera dibawa ke Rumah Sakit terdekat, tetapi dia dinyatakan meninggal saat tiba di Rumah Sakit.

HP adalah penemuan modern yang sangat berguna. Namun, kita harus menyadari bahwa HP juga dapat menjadi alat kematian.

Jangan menggunakan HP ketika sedang dihubungkan ke stop kontak listrik! Jika Anda men-cas HP dan ada panggilan masuk, cabut HP dari charger dan stop kontak.

TOLONG FORWARD/SHARE ARTIKEL INI PADA ORANG-ORANG YANG ANDA PERDULI DALAM HIDUP ANDA!

Rabu, 22 Agustus 2012

Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi (part 1)

Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi (part 1)


Syaikh Idahram
Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi
Mereka Membunuh Semuanya, Termasuk Para Ulama
Sebuah buku yang secara ilmiah menguak kebenaran ramalan Rasulullah SAW. Melalui sabdanya : "Akan lahir dari keturunan orang ini suatu kaum yang membaca Al-Qur'an, tetapi tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari agama seperti anak panah tembus keluar dari badan binatang buruan. Mereka memerangi orang Islam namun membiarkan para penyembah berhala…" (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai dan Ahmad)


"...إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا أَوْ فِي عَقِبِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ..."


Buku Pustaka Pesantren


Pengantar : Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj, M.A.   (Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama)
_____________________________________________________________________________
Salafi Wahabi : Membunuh Ribuan umat Islam di Thaif
Salafi Wahabi juga menyerang dan memberangus kota Thaif dengan alas an membebaskannya dari kemusyrikan.  Penyerangan ini terjadi pada bulan Dzulqa'dah tahun 1217 Hijriah bertepatan dengan tahun 1803 Masehi. Ketika itu kota Thaif berada di Bawah pemerintahan as-Syarif Ghalib, gubernur kota Makah. Padahal sebelumnya, antara as-Syarif Ghalib dan sekte Wahabi telah menjalin kesepakatan, namun mereka melanggarnya. Seperti biasa, Wahabi memaksa para ulamanya untuk menyatakan sumpah setia dengan todongan senjata. Jika ulama itu setuju, maka selamat. Jika tidak, maka harus minggat. Jika terlambat, maka jadinya akan sekarat, tamat dan wafat.
Di kota itu, mereka membunuh ribuan penduduk sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Yang paling biadab, mereka turut menyembelih bayi yang masih di pangkuan ibunya dan wanita-wanita hamil, sehingga tidak ada seorangpun yang terlepas dari kekejaman Wahabi. Setelah mereka merampas, meruksak segala yang ada, membunuh orang-orang yang tak berdosa, dan melakukan keganasan yang tidak terkira terhadap umat Islam, mereka melanjutkan kebrutalannya menuju Makah. Namun mereka mengurungkan niatnya karena mengetahui pada bulan itu banyak umat Islam yang sedng menunaikan ibadah haji, terutama dari Syam dan Mesir. Mereka khawatir ada pasukan dari luar Makah yang kemungkinan berkerja sama dengan ribuan jamaah haji, sehingga mereka menetap sebentar di Thaif sampai selesai musim haji. Setelah jamaah haji pulang ke negaranya masing-masing, barulah tentara Wahabi menuju Makah. Gubernur Makah, as-Syarif Ghalib, tidak mampu menahan kemarahan bala tentara Wahabi yang kala itu telah tiba di Jeddah. Maka pada bulan Muharram 1248 H, Wahabi berhasil memasuki kota Makah dan menetap di sana selama 14 hari. Dalam tempo masa inilah mereka melakukan kerusakan dan membuat ketetapan tentang larangan menziarahi makam para nabi dan orang-orang shaleh.
Mufti Makah al-Mukarramah bermazhab Syafi'I, Ahmad ibnu Zaini Dahlan (w. 1304 H), yang merupakan tokoh ulama Makah pada zaman Sultan Abdul Humaid menyatakan dalam kitabnya Umara ul-Baladil Haram :
" الوهابية لمّا دخلوا الطائف قتلوا الناس قتلا عامّا واستوعبوا الكبير والصغير والمأمور والأمير والشريف والوضيع وصاروا يذبحون على صدر الأم الطفل الرضيع ويقتلون الناس فى البيوت والحوانيت ووجدوا جماعة يتدارسون القرءان فقتلوهم عن آخرهم ثمّ خرجوا إلى المساجد يقتلون الرجل فى المسجد وهو راكع أو ساجد ونهبوا النقود والأموال وصاروا يدوسون بأقدامهم المصاحف ونسخ البخارى ومسلم وبقية كتب الحديث والفقه والنحو بعد أن نشروها فى الأزقة والبطائح وأخذوا أموال المسلمين واقتسموها كما تقسم غنائم الكفار."
"Ketika memasuki Thaif, Salafi Wahabi melakukan pembunuhan secara menyeluruh, trmasuk tua renta, kanak-kanak, tokoh masyarakat dan pemimpinnya, membunuh golongan Syarif (ahlul bait), dan rakyat biasa. Meraka membunuh hidup-hidup bayi-bayi yang masih menyusu di pangkuan ibunya, membunuh umat Islam di dalam rumah-rumah dan kedai-kedai kecil. Apabila mereka mndapati satu jamaah umat Islam mengadakan pengajian Al-Qur'an, maka mereka bersegera untuk membunuhnya sehingga tiada lagi yang tinggal di kalangan mereka. Kemudian mereka masuk ke mesjid-mesjid. Di situ mereka membunuhi orang-orang yang sedang rukuk atau sujud, merampas uang dan harta mereka. Lalu mereka menginjak-nginjak mushaf Al-Qur'an dengan kaki-kaki mereka, termasuk kitab-kitab Imam Bukhari, Muslim, kitab fikih, nahwu, dan kitab-kitab lainnya setelah merekamerobek-robek dan menebarkannya di jalan-jalan, gang-gang, dan kawasan tanah rendah. Mereka merampas harta orang-orang Islam, lalu mereka membagikannya di antara mereka seperti pembagian ghanimah dari orang-orang kafir."


  Salafi Wahabi : Membakar Puluhan Ribu Buku-buku Perpustakaan
Selama Wahabi berkuasa di Jazirah Arab, sudah terlalu banyak perpustakaan Islam yang mereka bumi-hanguskan dan mereka bakar buku-bukunya, seperti pembakaran kitab-kitab para ulama klasik ketika mereka memasuki kota Makah. Di antara buku-buku yang dibakar itu adalah kitab Dalail al-Khairat, Raudh ar-Rayyahin, buku-buku Mantiq, tasawuf, aqidah, dan lainya yang tidak sejalan dengan ajaran mereka. Ini musibah besar ilmiah yang terjadi untuk kesekian kalinyamenimpa umat Islam.
Di antara kasus pembakaran buku-buku yang paling fenomenal adalah pembakaran buku-buku yang ada di perpustakaan Maktabah Arabiyah di Makah al-Mukarramah. Perpustakaan ini termasuk perpustakaan yang paling berharga dan paling bernilai historis. Bagaimana tidak, sedikitnya ada 60.000 buku-buku langka dan sekitar 40.000 masih berupa manuskripyang sebagiannya adalah hasil diktean dari baginda Nabi SAW. Kepada para sahabatnya, sebagian lagi dari Khulafaur Rasyidin yang empat, dan para sahabat Nabi yang lainya. Di antara buku-buku dan manuskrip itu, banyak yang masih berupa kulit kijang, tulang-belulang, pelapah pohon, pahatan, dan lempengan-lempengan tanah.
Sebagaimana berfungsi sebagai penampungan ribuan buku-buku klasik, Maktabah Arabiyah itu juga menampung peninggalan Islam dan peninggalan sebelum Islam. Namun kini, semua itu hilang dan habis dibakar oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan tidak menghendaki peninggalan Islam dilestarikan. Karena, menurut mereka, segala peninggalan itu akan menyebabkan kemusyrikan, dan ribuan buku warisan Islam tersebut akan menjadikan umat Islam berfaham sesat (baca : tidak sesuai dengan faham mereka). Oleh karenanya, buku-buku itu harus dimusnahkan dan dihilangkan jejaknya.
Pada 1224 H, kembali terjadi musibah besar dalam hal warisan ilmu para ulama as-salaf ash-shalih. Tentara Salafi Wahabi yang dipimpin oleh Ibnu Qamala melenyapkan perpustakaan Hadhramaut tanpa bekas, dengan membakar dan memberangus gedung beserta ribuan kitab-kitab yang ada didalamnya. Kejadian tersebut mirip dengan penyerangan yang dilakukan Hulagu Khan terhadap perpustakaan yang ada di Baghdad.
Hal yang tidak jauh berbeda juga sering terjadi, sebagaimana dituturkan oleh sejarawan Islam, Dr. Muhammad Awadh al-Khatib dalam bukunya yang berjudul Shafahat min Tarikh al-Jazirah al-Arabiyah. Pada halaman 189, Dr. Muhammad Awadh mengatakan bahwa saking khawatirnya mereka dengan masuknya faham lain ke Saudi Arabia, mereka melakukan berbagai upaya, di antaranya dengan penggeladahan bagasi dan barang bawaan setiap pengunjung Saudi. Jika didapati di antara mereka  membawa buku-buku yag bertolak belakang dengan faham Wahabi (eperti akidah, tasawuf, filsafat, dzikir, Ziarah Kubur dan semacamnya) maka mereka  tidak segan-segan menahan dan mengambil buku itu, dan tidak pernah kembali lagi kepada pemiliknya.
Pengakuan Dr. Muhammad Awadh dalam bukunya tersebut sama persis  dengan kejadian yang dialami penulis pada saat menjadi mahasiswa di Timur Tengah. Dan tampaknya perbuatan pemerintah Saudi sudah diketahui khalayak ramai, bukan menjadi rahasiah lagi.


Salafi Wahabi : Bekerjasama dengan Inggris Merongrong Kekhalifahan Turki Utsmani
Di antara bukti adanya hubungan mesra dan kedekatan khusus antara Salafi Wahabi dengan Inggris yang telah lama mereka rajut adalah, surat yang dikirimkan pemimpin Wahabi kepada Percy Cox pada 13 Juni 1913 sebagai ucapan terimakasih atas peran Inggris selama ini dalam menolong mereka dan menjadikan mereka "terbebas" dari Kekhalifahan Turki Utsmani. Di antara isi surat tersebut adalah sebagai berikut :
 "وبالنظر إلى مشاعرى الودية تجاهكم أودّ أن تكون علاقاتى معكم كالعلاقات الّتى كانت قائمة بينكم وبين أسلافى كما أودّ أن تكون قائمة بينى و بينكم."
"Dan dengan melihat perasaan cintaku kepada kalian, aku sangat berharap hubunganku dengan kalian seperti hubungan-hubungan yang telah lama terjalin antara kalian dengan para leluhurku, sebagaimana aku sangat berharap hubungan itu tetap terjalin (baik) antara aku dengan kalian."
Adanya ketundukan dan loyalitas yang tinggi dari pemimpin Wahabi ini juga diakui Duta Besar Inggris di Istanbul dalam surat resminya kepada Kementrian Luar Negri Inggris tertanggal 8 Oktober 1914.
"Memurnikan tauhid hanya untuk Allah SWT." Dan "memerangi kemusyrikan" adalah slogan yang sangat menawan dan mengikat. Di bawah slogan itu, mereka telah terjaring akan bersemangat; padahal sesungguhnya mereka telah tertipu. Mereka tidak memahami bahwa slogan itu hanya sekedar kedok demi merealisasikan tujuan awal yang disembunyikan itu. Para peneliti sejarah aliran Wahhabiyah telah membuktikan bahwa, ajakan ini telah dibentuk atas perintah langsung Kementrian Urusan Penjajahan Kerajaan Inggris. Sebagai contoh, silahkan baca buku A'midah al-Isti'mar (The Pillars of Colonialism) tulisan Saint John Philpy yang menyamar dengan nama Abdullah Philpy, Wahhabiyah: Naqd wa Tahlil (Al-Wahabi: Criticism and Analysis)   tulisan Hamaion Hamayati, dan buku Mudzakkarat Hayim Waizmen tulisan Perdana Mentri pertama Negri Zionis.
Salafi Wahabi : Pembuat Fitnah, Asal "fitnah-fitnah itu datang dari sana"
Nabi SAW. Telah memberitahukan kepada umatnya bahwa kemunculan fitnah-fitnah yang menerpa umatnya berasal dari arah timur (baca: timur Madinah, yakni Najd di Saudi Arabia). Fitnah itu bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Sebab, kata fitnah dalam hadits di atas menggunakan bentuk plural, yaitu "fitan" (fitnah-fitnah). Sejarah mencatat bahwa Musailamah ibnu Habib al-Kadzdzab, Sajah binti al-Harits ibnu Suwaid at-Tamimah, Thalhah ibnu Khuwailid al-Asadi, dan orang-orang semisal mereka, semua berasal dari Najd, tanah kelahiran Muhammad ibnu Abdul Wahhab si pendiri sekte Salafi Wahabi. Bahkan, para pembuat fitnah itu berasal dari kaum/ kabilah yang sama dengan kabilahnya pendiri Wahabi, yaitu Bani Tamim.
Dzul Khuwaishirah dari Keturunan Bani Tamim
" حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نُصِرْتُ بِالصَّبَا وَأُهْلِكَتْ عَادٌ بِالدَّبُورِ قَالَ وَقَالَ ابْنُ كَثِيرٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ أَبِي نُعْمٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَعَثَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذُهَيْبَةٍ فَقَسَمَهَا بَيْنَ الْأَرْبَعَةِ الْأَقْرَعِ بْنِ حَابِسٍ الْحَنْظَلِيِّ ثُمَّ الْمُجَاشِعِيِّ وَعُيَيْنَةَ بْنِ بَدْرٍ الْفَزَارِيِّ وَزَيْدٍ الطَّائِيِّ ثُمَّ أَحَدِ بَنِي نَبْهَانَ وَعَلْقَمَةَ بْنِ عُلَاثَةَ الْعَامِرِيِّ ثُمَّ أَحَدِ بَنِي كِلَابٍ فَغَضِبَتْ قُرَيْشٌ وَالْأَنْصَارُ قَالُوا يُعْطِي صَنَادِيدَ أَهْلِ نَجْدٍ وَيَدَعُنَا قَالَ إِنَّمَا أَتَأَلَّفُهُمْ فَأَقْبَلَ رَجُلٌ غَائِرُ الْعَيْنَيْنِ مُشْرِفُ الْوَجْنَتَيْنِ نَاتِئُ الْجَبِينِ كَثُّ اللِّحْيَةِ مَحْلُوقٌ فَقَالَ اتَّقِ اللَّهَ يَا مُحَمَّدُ فَقَالَ مَنْ يُطِعْ اللَّهَ إِذَا عَصَيْتُ أَيَأْمَنُنِي اللَّهُ عَلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَلَا تَأْمَنُونِي فَسَأَلَهُ رَجُلٌ قَتْلَهُ أَحْسِبُهُ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ فَمَنَعَهُ فَلَمَّا وَلَّى قَالَ إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا أَوْ فِي عَقِبِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ " وفى رواية أخرى "قتل ثمود" (رواه البخارى وغيره)

" Telah bercerita kepadaku Muhammad bin 'Ar'arah telah bercerita kepada kami Syu'bah dari Al Hakam dari Mujahid dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Aku ditolong dengan perantaraan angin yang berhembus dari timur (belakang pintu Ka'bah) sedangkan kaum 'Aad dibinasakan dengan angin yang berhembus dari barat. Perawi berkata; Dan Ibnu Katsir berkata dari Sufyan dari bapaknya dari Ibnu Abi Nu'im dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu berkata; 'Ali mengirim perhiasan emas kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu Beliau membagikannya kepada empat orang, yaitu kepada Al Aqra' bin Habis Al Hanzhaliy, yang kemudian sebutannya menjadi Al Mujasyi'iy, 'Uyaynah bin Badr Al Fazariy, Zaid ath-Tha'iy kemudian dia menjadi salah seorang suku Bani Nabhan dan 'Alqamah bin 'Ulatsah yang kemudian menjadi salah seorang suku Bani Kilab. Orang-orang Qurais dan Kaum Anshar menjadi marah. Mereka berkata; Beliau telah memberi para pahlawan penduduk Najd dan malah mengabaikan kita. Beliau berkata: Aku memberi mereka dengan tujuan agar menjinakkan hati mereka (ke dalam Islam). Lalu datanglah seseorang yang kedua matanya menjorok ke dalam, wajahnya kusut dengan jenggotnya dicukur seraya berkata: Bertaqwalah kamu kepada Allah, wahai Muhammad. Maka Beliau berkata: Siapakah yang dapat bertaqwa kepada Allah seandainya aku saja mendurhakai-Nya. Apakah patut Allah memberi kepercayaan kepadaku untuk penduduk bumi sementara kalian tidak mempercayai aku?. Kemudian ada seseorang, aku kira dia adalah Khalid bin Al Walid, yang meminta izin untuk membunuh orang itu namun Beliau melarangnya. Setelah orang itu pergi, Beliau bersabda: Sesungguhnya dari asal orang ini atau di belakang orang ini (keturunan) akan ada satu kaum yang mereka membaca al-Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama bagaikan keluarnya anak panah dari busurnya dan mereka membunuh pemeluk Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti aku akan bunuh mereka sebagaimana kaum Ad dibantai." Dalam riwayat lain dikatakan, seperti halnya Kaum Tsamud." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Ahmad dan lainnya)
عن أبي سعيد بينا النبي صلى الله عليه وسلم يقسم، جاء عبد الله بن ذي الخويصرة التميمي فقال:  اعدل يا رسول الله.  فقال:      ويلك و من يعدل إذا لم أعدل ؟ قال عمر بن الخطاب:  دعني أضرب عنقه. قال:  دعه، فإن له أصحاباً يحقر أحدكم صلاته مع صلاته وصيامه مع صيامه، يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية ينظر في قذذه فلا يوجد فيه شيء ثم ينظر في نصله فلا يوجد فيه شيء ثم  ينطر في رصافه  فلا يوجد فيه شيء ثم ينظر في نضيّه فلا يوجد فيه شيء قد سبق الفرث والدم آيتهم رجل إحدى يديه مثل ثدي المرأة، يخرجون على حين فرقة من الناس (رواه البخاري ومسلم وأحمد والبيهقي وابن حبان والطبراني وغيرهم)

Dari Abu Sa'id al-Khudri yang berkata : Tatkala Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melakukan pembagian, tiba-tiba datang Abdullah Ibnu Dzil Khuwaishirah At Tamimiy, terus ia berkata: “Wahai Rasulullah berlaku adillah,” maka beliau berkata: “Kasihan kamu, dan siapa yang berlaku adil bila saya tidak adil?” Umar Ibnul Khaththab berkata: “Biarkan saya penggal lehernya”, Beliau berkata: “Biarkan dia, karena dia itu memiliki teman-teman yang mana seorang dari kalian merasa remeh (minder) bila  shalatnya dibandingkan shalat dia dan shaumnya dibandingkan shaum dia, mereka itu keluar dari dien ini sebagaimana panah keluar dari busurnya dilihat mata panahnya, ternyata tidak ditemukan apa-apa, kemudian dilihat pegangan panahnya ternyata tidak ditemukan apa-apa kemudian dilihat batang panahnya ternyata tidak ditemukan apa-apa kemudian dilihat bulu anak panahnya ternyata tidak ditemukan apa-apa (seakan bersih tanpa bekas saking cepatnya) Sungguh anak panah itu sudah mendahului kotoran dan darah (binatang yang tertembus itu). Tanda mereka seorang laki-laki yang salah satu tangannya seperti puting payudara wanita atau seperti anggota tubuh yang terguncang,dan mereka keluar saat terjadi perpecahan di antara manusia.” (HR. Bukari, Muslim, Ahmad, Baihaqi, Ibnu Hibban, Thabrani, dan lainnya)


Salafi Wahabi : Apa yang Salah dengan Slogan "Kembali kepada Al-Qur'an & Sunnah ?
Mengapa hal ini bisa terjadi dan apa yang salah ? Pembaca budiman, marilah kita telusuri permasalahan ini satu demi satu, agar terlihat "sumber masalah" yang ada pada slogan "Kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah" yang kelihatannya sangat ideal itu.
Pertama, Hal itu terjadi karena Ibnu Taimiyah kerapkali mengeluarkan fatwa-fatwa ganjil mengenai akidah atau syari'at yang justru menyalahi Al-Qur'an, Sunnah, dan ijma' para ulama. Bahkan, gara-gara ke-nyeleneh-annya itu, ia sering ditangkap , disidangkan, dan dipenjara, sampai-sampai iapun wafat dalam penjara di Damaskus. Tercatat sedikitnya ada 60 ulama besar (baik yang sezaman dengan Ibnu Taimiyah maupun yang sesudahnya) yang menulis pembahasan khusus untuk mengungkap kejanggalan dan kekeliruan pada sebagian fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah dan ajaran yang disebarkannya (lihat al-Maqalat as-Sunniyyah karya Syaikh Abdullah al-Harari). Begitu juga dengan Muhammad ibnu Abdul Wahhab, tokoh pendiri Wahabi-sosok temperamental dan kejam yang telah membunuh ribuan umat Islam sesame hidupnya- hampirvsemua ulama yang hidup sezaman dengannya menggap ajarannya sesat, sebagaimana telah dikupas dalam buku ini.
Kedua, prinsip " Kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah" adalah benar secara teoritis, dan sangat ideal bagi setiap orang yang mengaku beragama Islam. Tetapi yang harus diperhatikan adalah, apa yang benar secara teoritis belum tentu benar secara praktis, sebab menimbang kapasitas dan kapabilitas (kemampuan) tiap orang dalam memahami Al-Qur'an dan Sunnah yang tentu berbeda-beda. Maka, bisa dipastikan bahwa kesimpulan pemahaman seorang 'alim –yang menguasai bahasa Arab dan segala disiplin ilmu yang menyangkut perangkat penafsiran atau ijtihad- terhadap Al-Qur'an atau Sunnah akan jauh berbeda dengan kesimpulan pemahaman yang dihasilkan oleh orang awam (yang hanya membaca sedikit kitab-kitab ulama dan tidak memiliki keahlian khusus, meskipun dia orang Arab, apalagi jika dia tidak pandai berbahasa Arab dan hanya mengandalkan buku-buku terjemah Al-Qur'an atau terjemah Sunnah). Hal ini seperti yang penulis rasakan sendiri ketika masih kuliah di Timur Tengah : begitu banyaknya orang Arab yang awm tentang ajaran Islam, meskipun dia pakar dalam bidang bahasa Arab. Sebab, jika semua orang Arab 'berhak' untuk menafsirkan Al-Qur'an sekehendak hatinya tanpa mengerti rambu-rambunya dan boleh berijtihad tanpa keahlian yang dia miliki, maka semua orang arab menjadi ulama. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Tdak semua orang Arab mengerti agama, bahkan banyak dari mereka yang 'lebih dajjal' daripada dajjal. Itulah sebabnya, kenapa tidak sembarang orang boleh berijtihad dan mengeluarkan fatwa.
Ketiga, Al-Qur'an dan Sunnah sudah dibahas dan dikaji oleh para ulama terdahulu yang memiliki keahlian yang sangat mumpuni untuk melakukan hal itu. Sebut saja, misalnya, ulama Mazhab yang Empat, para mufassirin (ulama tafsir), muhadditsin (ulama hadits), fuqoha (ulama fikih), ulama akidah Ahlussunnah wal Jama'ah yang diwakili oleh Asya'irah dan Maturidiyah, dan mutashawwifin (ulama tasawuf/akhlak). Mereka telah menulis beribu-ribu jilid kitab dalam rangka menjelaskan kandungn Al-Qur'an dan Sunnah secara gambling dan terperinci, sebagai wujud kasih saying mereka terhadap umat yang hidup di kemudian hari. Karya-karya besar itu merupakan pemahaman para ulama yang disebut di dalam Al-Qur'an sebagai ahludz-dzikr, yang kemudian disampaikan kepada umat Islam secara turun-temurun dari generasi ke generasi secara berantai sampai saat ini.
Keempat, para ulama telah menghidangkan penjelasan tentang Al-Qur'an dan Sunnah di dalam kitab-kitab mereka kepada umat sebagai sebuah "hasil jadi". Para ulama itu bukan saja telah memberikan kemudahan kepada umat untuk dapat memahami agama dengan baik tanpaproses pengkajian atau penelitian yang rumit, tetapi juga telah menyediakan jalan keselamatan bagi umat agar terhindar dari pemahaman yang keliru terhadap Al-Qur'an dan Sunnah (yang sangat mungkin terjadi jika mereka melakukan pengkajian tanpa bekal yang mumpuni seperti yang dimiliki para ulama tersebut). Boleh dibilang, kemampuan yang dimiliki para ulama itu tak mungkin lagi bisa dicapai oleh orang setelahnya, terlebih di zaman ini. Sebab, masa hidup mereka masih dekat denan masa hidup Rasulullah Saw. dan para sahabat (dan momen waktu ini tidak mungkin terulang), belum lagi keunggulan hapalan, penguasaan berbagai bidang ilmu, lingkungan yang shaleh, wara' (kehati-hatian), keikhlasan, keberkahan, dan lain sebagainya. Pendek kata, para ulama seakan-akan telah menghidangkan "makanan siap saji" yang siap disantap oleh umat tanpa repot-repot meracik atau memasaknya terlebih dahulu, sebab para ulama tahu bahwa kemampuan "meracik" atau "memasak" itu tidak dimiliki setiap orang. Saat kaum Salafi Wahabi mengajak umat untuk tidak menikmati hidangan para ulama, dan mengalihkan mereka untuk langsung merujuk kepada Al-Qur'an dan Sunnah dengan dalih "pemurnian agama" dari pencemaran "pendapat" manusia (baca : ulama), berarti sama saja dengan menyuruh orang lapar untuk membuang hidangan yang siap disantapnya, lalu menyuruhnya menanam padi.
Salafi wahabi menuduh orang-orang selain mereka telah melakukan berbagai "pencemaran" ajaran Islam, dan hanya mereka yang melakukan "pemurnian" ajaran Islam dengan "Kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah". Padahal pada hakikatnya, apa yang dituduhkan Salafi Wahabi sebagai "pencemaran" (yang dilakukan para ulama yang shaleh dan ikhlas itu) adalah upaya yang luar biasa untuk melindungi umat dari kesesatan. Sebaliknya, "pemurnian" yang diklaim oleh kaum Salafi Wahabi adalah penodaan terhadap Al-Qur'an dan Sunnah itu sendiri. Pencemaran terbesar yang dilakukan Salafi Wahabi terhadap Al-Qur'an dan Sunnah adalah saat mereka mengharamkan begitu banyak perkara yang tidak diharamkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah, saat mereka menyebutkan secara terperinci amalan-amalan yang mereka vonis sebagai bid'ah sesat atas nama Allah dan Rasulullah Saw., padahal Allah tidak pernah menyebutkannya dalam Al-Qur'an dan Rasulullah Saw. tidak pernah menyatakannya di dalam Sunnahnya.
Dari uraian di atas, nyatalah bahwa orang yang "Kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah" belum tentu dapat dianggap benar, dan bahwa para ulama yang telah menulis ribuan jilid kitab tidak mengutarakan pendapat menurut hawa nfsu mereka. Amat ironis bila karya-karya para ulama yang jelas-jelas mengerti tentang Al-Qur'an dan Sunnah itu dituduh oleh kaum Salafi Wahabi sebagai "kumpulan manusia yang tidak berdasar pada dalil", sementara kaum Salafi Wahabi sendiri –yang jelas-jelas hanya memahami dalil secara harfiyah (tekstual) dan sangat banyak ajaran mereka yang menyimpang dari Al-Qur'an dan Sunnah itu sendiri –dengan sombongnya menyatakan diri sebagai orang yang paling sejalan dengan Al-Qur'an dan Sunnah.


Bisa didapat di kota-kota Anda terdekat. hubungi Agen Kami..

Silsilah Nabi Muhammad saw

                            Qushayy
                          (lahir 400M)
                               |
        +----------------------+----------------------+
        |                      |                      |
  'Abd'l-'Uzza            'Abd Manaf             'Abd'd-Dar
        |                (lahir 430M)
        |                      |
        |           +----------+-----------+----------+
      Asad          |          |           |          |
        |       Muttalib    Hasyim       Naufal   'Abd Syams
        |                (lahir 464M)                 |
    Khuwailid                  |                    Umayya
        |               'Abd'l-Muttalib               |
   +----+----+            (lahir 497M)               Harb
   |         |                 |                      |
'Awwam   Khadijah              |                  Abu Sufyan
   |                           |                      |
 Zubair                        |                   Mu'awiya
                               |
   +--------+----------+-------+--+-----------+----------+
   |        |          |          |           |          |
Hamzah   'Abbas   'Abdullah   Abu Lahab   Abu Talib   Harith
                 (lahir 545M)                 |
                       |           +----------+----------+
                       |           |          |          |
                   MUHAMMAD     'Aqil       'Ali       Ja'far
                 (lahir 570M)      |          |
                                   |      +---+---+
                                   |      |       |
                                Muslim  Hasan  Husain






  oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah Penerbit PUSTAKA JAYA Jln. Kramat II, No. 31 A, Jakarta Pusat Cetakan Kelima Seri PUSTAKA ISLAM No.1

Selasa, 21 Agustus 2012

Ibnu Taimiyyah dan wahabi Menshahihkan Hadis mungkar

Ibnu Taimiyyah dan wahabi Menshahihkan Hadis mungkar(“Nabi Melihat Allah SWT Dalam Bentuk Pemuda Amrad”) dan mengunakannya untuk masalah aqidah

Kali ini hadis yang akan dibahas adalah hadis ru’yatullah riwayat Ibnu Abbas. Hadis ini juga tidak lepas dari kemungkaran yang nyata dengan lafaz “Melihat Allah SWT dalam bentuk pemuda amrad (yang belum tumbuh jenggot dan kumisnya)”.Tetapi anehnya hadis dengan lafaz mungkar ini tidak segan-segan dinyatakan shahih oleh syaikh salafy wahabi dan syaikh salafy yang terkenal Ibnu Taimiyyah.
Takhrij Hadis Ibnu Abbas
ثنا حماد بن سلمة عن قتادة عن عكرمة عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم رأيت ربي جعدا امرد عليه حلة خضراء
Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas yang berkata Rasulullah SAW bersabda “Aku melihat Rabbku dalam bentuk pemuda amrad berambut keriting dengan pakaian berwarna hijau”.
Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Asmaa’ was Shifaat no 938, Ibnu Ady dalam Al Kamil 2/260-261, Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 13/55 biografi Umar bin Musa bin Fairuz, Adz Dzahabi dalam As Siyaar 10/113 biografi Syadzaan, Abu Ya’la dalam Ibthaalut Ta’wiilat no 122, 123, 125, 126,127 ,129, dan 143 (dengan sedikit perbedaan pada lafaznya), Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal Al Mutanahiyah no 15. Semuanya dengan jalan sanad yang berujung pada Hammad bin Salamah dari Qatadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas. Sedangkan yang meriwayatkan dari Hammad adalah Aswad bin Amir yakni Syadzaan (tsiqat dalam At Taqrib 1/102), Ibrahim bin Abi Suwaid (tsiqat oleh Abu Hatim dalam Al Jarh wat Ta’dil 2/123 no 377), Abdush Shamad bin Kaisan atau Abdush Shamad bin Hasan (shaduq oleh Abu Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 6/51 no 272).
Hadis ini maudhu’ dengan sanad yang dhaif dan matan yang mungkar. Hadis ini mengandung illat
* Hammad bin Salamah, ia tidak tsabit riwayatnya dari Qatadah. Dia walaupun disebutkan sebagai perawi yang tsiqah oleh para ulama, dia juga sering salah karena kekacauan pada hafalannya sebagaimana yang disebutkan dalam At Tahdzib juz 3 no 14 dan At Taqrib 1/238. Disebutkan dalam Syarh Ilal Tirmidzi 2/164 yang dinukil dari Imam Muslim bahwa Hammad bin Salamah banyak melakukan kesalahan dalam riwayatnya dari Qatadah. Oleh karena itu hadis Hammad bin Salamah dari Qatadah ini tidak bisa dijadikan hujjah apalagi jika menyendiri dan lafaznya mungkar.
* Tadlis Qatadah, Ibnu Hajar telah menyebutkannya dalam Thabaqat Al Mudallisin no 92 sebagai mudallis martabat ketiga, dimana Ibnu Hajar mengatakan bahwa pada martabat ketiga hadis perawi mudallis tidak dapat diterima kecuali ia menyebutkan penyimakannya dengan jelas. Dalam Tahrir At Taqrib no 5518 juga disebutkan bahwa hadis Qatadah lemah kecuali ia menyebutkan sama’ nya dengan jelas. Dalam hadis ini Qatadah meriwayatkan dengan ‘an ‘anah sehingga hadis ini lemah.
Kelemahan sanad hadisnya ditambah dengan matan yang mungkar sudah cukup untuk menyatakan hadis ini maudhu’ sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal no 15. Kemungkaran hadis ini juga tidak diragukan lagi bahkan diakui oleh Baihaqi dan Adz Dzahabi dalam As Siyaar. Bashar Awad Ma’ruf dalam tahqiqnya terhadap kitab Tarikh Baghdad 13/55 menyatakan hadis ini maudhu’.
Ibnu Taimiyyah dan Syaikh wahabi ikut-ikutan menshahihkan hadis Ibnu Abbas ini. Ibnu taymiyah dan wahabi dengan jelas menyatakan shahih marfu’ hadis dengan lafal pemuda amrad dalam kitabnya Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290.

Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah
Dan ini penggalan kitab tersebut juz 7 hal 290 dimana Ibnu Taimiyyah menshahihkan hadis Ru’yah dengan lafal pemuda amrad

Bayaan Talbiis Al Jahmiyyah 7/290
Tentu saja fenomena ini adalah keanehan yang luar biasa. Bagaimana mungkin mereka begitu berani menshahihkan hadis tersebut bahkan mengecam orang yang mengingkarinya dan menggunakannya dalam masalah aqidah.
Inilah tuhan kaum hindu (dajjal kriting dari india ‘sami baba’) sama dengan tuhan yang dinanti nantikan oleh kaum mujasimmah wahabi :

Rasulullah saw bersabda kepada kami, Dajjal akan keluar dari bumi ini dibahagian timur bernama Khurasan (Jamiu at Tirmidzi)
Abu Hurairah meriwayatkan bahawa Nabi saw. bersabda:”Hari Kiamat tidak akan datang hingga 30 Dajal (pendusta) muncul, mereka semua berdusta tentang Allah dan Rasul-Nya.”
“Dajjal adalah seorang laki-laki yang gemuk, berkulit merah dan berambut keriting…” (HR.Bukhari dan Muslim)
“Di awal kemunculannya, Dajjal berkata, Aku adalah nabi, padahal tidak ada nabi setelahku. Kemudian ia memuji dirinya sambil berkata, Aku adalah Rabb kalian, padahal kalian tidak dapat melihat Rabb kalian sehingga kalian mati (HR.Ibnu Majah)
I. Ibnu Taymiyah desesatkan oleh mantan murid muridnya sendiri (adzahabi, ibnu katsir etc)
an-Nasihah al-Dhahabia li ibn Taymiyya




Bukti Scan; Menohok Wahabi
Al-Hâfizh adz-Dzahabi ini adalah murid dari Ibn Taimiyah. Walaupun dalam banyak hal adz-Dzahabi mengikuti faham-faham Ibn Taimiyah, –terutama dalam masalah akidah–, namun ia sadar bahwa ia sendiri, dan gurunya tersebut, serta orang-orang yang menjadi pengikut gurunya ini telah menjadi bulan-bulanan mayoritas umat Islam dari kalangan Ahlussunnah Wal Jama’ah pengikut madzhab al-Imâm Abu al-Hasan al-Asy’ari. Kondisi ini disampaikan oleh adz-Dzahabi kepada Ibn Taimiyah untuk mengingatkannya agar ia berhenti dari menyerukan faham-faham ekstrimnya, serta berhenti dari kebiasaan mencaci-maki para ulama saleh terdahulu. Untuk ini kemudian adz-Dzahabi menuliskan beberapa risalah sebagai nasehat kepada Ibn Taimiyah, sekaligus hal ini sebagai “pengakuan” dari seorang murid terhadap kesesatan gurunya sendiri. Risalah pertama berjudul Bayân Zghl al-‘Ilm Wa ath-Thalab, dan risalah kedua berjudul an-Nashîhah adz-Dzhabiyyah Li Ibn Taimiyah.
Dalam risalah Bayân Zghl al-‘Ilm, adz-Dzahabi menuliskan ungkapan yang diperuntukan bagi Ibn Taimiyah sebagai berikut [Secara lengkap dikutip oleh asy-Syaikh Arabi at-Tabban dalam kitab Barâ-ah al-Asy’ariyyîn Min ‘Aqâ-id al-Mukhâlifîn, lihat kitab j. 2, h. 9/ bukunya ada sama saya]:
“Hindarkanlah olehmu rasa takabur dan sombong dengan ilmumu. Alangkah bahagianya dirimu jika engkau selamat dari ilmumu sendiri karena engkau menahan diri dari sesuatu yang datang dari musuhmu atau engkau menahan diri dari sesuatu yang datang dari dirimu sendiri. Demi Allah, kedua mataku ini tidak pernah mendapati orang yang lebih luas ilmunya, dan yang lebih kuat kecerdasannya dari seorang yang bernama Ibn Taimiyah. Keistimewaannya ini ditambah lagi dengan sikap zuhudnya dalam makanan, dalam pakaian, dan terhadap perempuan. Kemudian ditambah lagi dengan konsistensinya dalam membela kebenaran dan berjihad sedapat mungkin walau dalam keadaan apapun. Sungguh saya telah lelah dalam menimbang dan mengamati sifat-sifatnya (Ibn Taimiyah) ini hingga saya merasa bosan dalam waktu yang sangat panjang. Dan ternyata saya medapatinya mengapa ia dikucilkan oleh para penduduk Mesir dan Syam (sekarang Siria, lebanon, Yordania, dan Palestina) hingga mereka membencinya, menghinanya, mendustakannya, dan bahkan mengkafirkannya, adalah tidak lain karena dia adalah seorang yang takabur, sombong, rakus terhadap kehormatan dalam derajat keilmuan, dan karena sikap dengkinya terhadap para ulama terkemuka. Anda lihat sendiri, alangkah besar bencana yang ditimbulkan oleh sikap “ke-aku-an” dan sikap kecintaan terhadap kehormatan semacam ini!”.
Adapun nasehat adz-Dzahabi terhadap Ibn Taimiyah yang ia tuliskan dalam risalah an-Nashîhah adz-Dzahabiyyah, secara lengkap dalam terjemahannya sebagai berikut [Teks lebih lengkap dengan aslinya lihat an-Nashîhah adz-Dzahabiyyah dalam dalam kitab Barâ-ah al-Asy’ariyyîn Min ‘Aqâ-id al-Mukhâlifîn, j. 2, h. 9-11]:
“Segala puji bagi Allah di atas kehinaanku ini. Ya Allah berikanlah rahmat bagi diriku, ampunilah diriku atas segala kecerobohanku, peliharalah imanku di dalam diriku.
Oh… Alangkah sengsaranya diriku karena aku sedikit sekali memiliki sifat sedih!!
Oh… Alangkah disayangkan ajaran-ajaran Rasulullah dan orang-orang yang berpegang teguh dengannya telah banyak pergi!!
Oh… Alangkah rindunya diriku kepada saudara-saudara sesama mukmin yang dapat membantuku dalam menangis!!
Oh… Alangkah sedih karena telah hilang orang-orang (saleh) yang merupakan pelita-pelita ilmu, orang-orang yang memiliki sifat-sifat takwa, dan orang-orang yang merupakan gudang-gudang bagi segala kebaikan!!
Oh… Alangkah sedih atas semakin langkanya dirham (mata uang) yang halal dan semakin langkanya teman-teman yang lemah lembut yang menentramkan. Alangkah beruntungnya seorang yang disibukan dengan memperbaiki aibnya sendiri dari pada ia mencari-cari aib orang lain. Dan alangkah celakanya seorang disibukan dengan mencari-cari aib orang lain dari pada ia memperbaiki aibnya sendiri.
Sampai kapan engkau (Wahai Ibn Taimiyah) akan terus memperhatikan kotoran kecil di dalam mata saudara-saudaramu, sementara engkau melupakan cacat besar yang nyata-nyata berada di dalam matamu sendiri?!
Sampai kapan engkau akan selalu memuji dirimu sendiri, memuji-muji pikiran-pikiranmu sendiri, atau hanya memuji-muji ungkapan-ungkapanmu sendiri?! Engkau selalu mencaci-maki para ulama dan mencari-cari aib orang lain, padahal engkau tahu bahwa Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian menyebut-menyebut orang-orang yang telah mati di antara kalian kecuali dengan sebutan yang baik, karena sesungguhnya mereka telah menyelesaikan apa yang telah mereka perbuat”.
Benar, saya sadar bahwa bisa saja engkau dalam membela dirimu sendiri akan berkata kepadaku: “Sesungguhnya aib itu ada pada diri mereka sendiri, mereka sama sekali tidak pernah merasakan kebenaran ajaran Islam, mereka betul-betul tidak mengetahui kebenaran apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad, memerangi mereka adalah jihad”. Padahal, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang sangat mengerti terhadap segala macam kebaikan, yang apa bila kebaikan-kebaikan tersebut dilakukan maka seorang manusia akan menjadi sangat beruntung. Dan sungguh, mereka adalah orang-orang yang tidak mengenal (tidak mengerjakan) kebodohan-kebodohan (kesesatan-kesesatan) yang sama sekali tidak memberikan manfa’at kepada diri mereka. Dan sesungguhnya (Sabda Rasulullah); “Di antara tanda-tanda baiknya keislaman seseorang adalah apa bila ia meninggalkan sesuatu yang tidak memberikan manfa’at bagi dirinya”. (HR. at-Tirmidzi)
Hai Bung…! (Ibn Taimiyah), demi Allah, berhentilah, janganlah terus mencaci maki kami. Benar, engkau adalah seorang yang pandai memutar argumen dan tajam lidah, engkau tidak pernah mau diam dan tidak tidur. Waspadalah engkau, jangan sampai engkau terjerumus dalam berbagai kesesatan dalam agama. Sungguh, Nabimu (Nabi Muhammad) sangat membenci dan mencaci perkara-perkara [yang ekstrim]. Nabimu melarang kita untuk banyak bertanya ini dan itu. Beliau bersabda: “Sesungguhnya sesuatu yang paling ditakutkan yang aku khawatirkan atas umatku adalah seorang munafik yang tajam lidahnya”. (HR. Ahmad)
Jika banyak bicara tanpa dalil dalam masalah hukum halal dan haram adalah perkara yang akan menjadikan hati itu sangat keras, maka terlebih lagi jika banyak bicara dalam ungkapan-ungkapan [kelompok yang sesat, seperti] kaum al-Yunusiyyah, dan kaum filsafat, maka sudah sangat jelas bahwa itu akan menjadikan hati itu buta.
Demi Allah, kita ini telah menjadi bahan tertawaan di hadapan banyak makhluk Allah. Maka sampai kapan engkau akan terus berbicara hanya mengungkap kekufuran-kekufuran kaum filsafat supaya kita bisa membantah mereka dengan logika kita??
Hai Bung…! Padahal engkau sendiri telah menelan berbagai macam racun kaum filsafat berkali-kali. Sungguh, racun-racun itu telah telah membekas dan menggumpal pada tubuhmu, hingga menjadi bertumpuk pada badanmu.
Oh… Alangkah rindunya kepada majelis yang di dalamnya diisi dengan tilâwah dan tadabbur, majelis yang isinya menghadirkan rasa takut kepada Allah karena mengingt-Nya, majelis yang isinya diam dalam berfikir.
Oh… Alangkah rindunya kepada majelis yang di dalamnya disebutkan tentang orang-orang saleh, karena sesungguhnya, ketika orang-orang saleh tersebut disebut-sebut namanya maka akan turun rahmat Allah. Bukan sebaliknya, jika orang-orang saleh itu disebut-sebut namanya maka mereka dihinakan, dilecehkan, dan dilaknat.
Pedang al-Hajjaj (Ibn Yusuf ats-Tsaqafi) dan lidah Ibn Hazm adalah laksana dua saudara kandung, yang kedua-duanya engkau satukan menjadi satu kesatuan di dalam dirimu. (Engkau berkata): “Jauhkan kami dari membicarakan tentang “Bid’ah al-Khamîs”, atau tentang “Akl al-Hubûb”, tetapi berbicaralah dengan kami tentang berbagai bid’ah yang kami anggap sebagai sumber kesesatan”. (Engkau berkata); Bahwa apa yang kita bicarakan adalah murni sebagai bagian dari sunnah dan merupakan dasar tauhid, barangsiapa tidak mengetahuinya maka dia seorang yang kafir atau seperti keledai, dan siapa yang tidak mengkafirkan orang semacam itu maka ia juga telah kafir, bahkan kekufurannya lebih buruk dari pada kekufuran Fir’aun. (Engkau berkata); Bahwa orang-orang Nasrani sama seperti kita. Demi Allah, [ajaran engkau ini] telah menjadikan banyak hati dalam keraguan. Seandainya engkau menyelamatkan imanmu dengan dua kalimat syahadat maka engkau adalah orang yang akan mendapat kebahagiaan di akhirat.
Oh… Alangkah sialnya orang yang menjadi pengikutmu, karena ia telah mempersiapkan dirinya sendiri untuk masuk dalam kesesatan (az-Zandaqah) dan kekufuran, terlebih lagi jika yang menjadi pengikutmu tersebut adalah seorang yang lemah dalam ilmu dan agamanya, pemalas, dan bersyahwat besar, namun ia membelamu mati-matian dengan tangan dan lidahnya. Padahal hakekatnya orang semacam ini, dengan segala apa yang ia perbuatan dan apa yang ada di hatinya, adalah musuhmu sendiri. Dan tahukah engkau (wahai Ibn Taimiyah), bahwa mayoritas pengikutmu tidak lain kecuali orang-orang yang “terikat” (orang-orang bodoh) dan lemah akal?! Atau kalau tidak demikian maka dia adalah orang pendusta yang berakal tolol?! Atau kalau tidak demikian maka dia adalah aneh yang serampangan, dan tukang membuat makar?! Atau kalau tidak demikian maka dia adalah seorang yang [terlihat] ahli ibadah dan saleh, namun sebenarnya dia adalah seorang yang tidak paham apapun?! Kalau engkau tidak percaya kepadaku maka periksalah orang-orang yang menjadi pengikutmu tersebut, timbanglah mereka dengan adil…!
Wahai Muslim (yang dimaksud Ibn Taimiyah), adakah layak engkau mendahulukan syahwat keledaimu yang selalu memuji-muji dirimu sendiri?! Sampai kapan engkau akan tetap menemani sifat itu, dan berapa banyak lagi orang-orang saleh yang akan engkau musuhi?! Sampai kapan engkau akan tetap hanya membenarkan sifatmu itu, dan berapa banyak lagi orang-orang baik yang akan engkau lecehkan?!
Sampai kapan engkau hanya akan mengagungkan sifatmu itu, dan berapa banyak lagi orang-orang yang akan engkau kecilkan (hinakan)?!
Sampai kapan engkau akan terus bersahabat dengan sifatmu itu, dan berapa banyak lagi orang-orang zuhud yang akan engkau perangi?!
Sampai kapan engkau hanya akan memuji-muji pernyataan-pernyataan dirimu sendiri dengan berbagai cara, yang demi Allah engkau sendiri tidak pernah memuji hadits-hadits dalam dua kitab shahih (Shahîh al-Bukhâri dan Shahîh Muslim) dengan caramu tersebut?!
Oh… Seandainya hadits-hadits dalam dua kitab shahih tersebut selamat dari keritikmu…! Tetapi sebalikanya, dengan semaumu engkau sering merubah hadits-hadits tersebut, engkau mengatakan ini dla’if, ini tidak benar, atau engkau berkata yang ini harus ditakwil, dan ini harus diingkari.
Tidakkah sekarang ini saatnya bagimu untuk merasa takut?! Bukankah saatnya bagimu sekarang untuk bertaubat dan kembali (kepada Allah)?! Bukankah engkau sekarang sudah dalam umur 70an tahun, dan kematian telah dekat?! Tentu, demi Allah, aku mungkin mengira bahwa engkau tidak akan pernah ingat kematian, sebaliknya engkau akan mencaci-maki seorang yang ingat akan mati! Aku juga mengira bahwa mungkin engkau tidak akan menerima ucapanku dan mendengarkan nesehatku ini, sebaliknya engkau akan tetap memiliki keinginan besar untuk membantah lembaran ini dengan tulisan berjilid-jilid, dan engkau akan merinci bagiku berbagai rincian bahasan. Engkau akan tetap selalu membela diri dan merasa menang, sehingga aku sendiri akan berkata kepadaku: “Sekarang, sudah cukup, diamlah…!”.
Jika penilaian terhadap dirimu dari diri saya seperti ini, padahal saya sangat menyangi dan mencintaimu, maka bagaimana penilaian para musuhmu terhadap dirimu?! Padahal para musuhmu, demi Allah, mereka adalah orang-orang saleh, orang-orang cerdas, orang-orang terkemuka, sementara para pembelamu adalah orang-orang fasik, para pendusta, orang-orang tolol, dan para pengangguran yang tidak berilmu.
Aku sangat ridla jika engkau mencaci-maki diriku dengan terang-terangan, namun diam-diam engkau mengambil manfaat dari nasehatku ini. “Sungguh Allah telah memberikan rahmat kepada seseorang, jika ada orang lain yang menghadiahkan (memperlihatkan) kepadanya akan aib-aibnya”. Karena memang saya adalah manusia banyak dosa. Alangkah celakanya saya jika saya tidak bertaubat. Alangkah celaka saya jika aib-aibku dibukakan oleh Allah yang maha mengetahui segala hal yang ghaib. Obatnya bagiku tiada lain kecuali ampunan dari Allah, taufik-Nya, dan hidayah-Nya.
Segala puji hanya milik Allah, Shalawat dan salam semoga terlimpah atas tuan kita Muhammad, penutup para Nabi, atas keluarganya, dan para sahabatnya sekalian.
lebih lengkapnya:
*Imam adzahabi (ahlusunnah) membungkam Wahabi (dalam bidang akidah, tawasul, fiqh etc):
http://salafytobat.wordpress.com/2010/10/20/imam-adzahabi-ahlusunnah-membungkam-wahabi/
ini ada hadiah bagi asatidz wahaby, sebaiknya para pengikut wahaby bertaubat dan mnyediakan lapangan kerja
buat asatidz mereka, shg tidak terus-terusan diperbudak(menjadi hamba dinar badwi najd) untuk menyebarkan
aqidah tajsim wahaby
Aqidah Ahlusunnah kalahkan aqidah palsu kaum Mujasimmah (scan Kitab)
1. Imam Abu Hanifah
[wsiatabuhanifh.jpg]
[wasiat1.jpg]
IMAM ABU HANIFAH TOLAK AKIDAH SESAT “ ALLAH BERSEMAYAM/DUDUK/BERTEMPAT ATAS ARASY.
Demikian dibawah ini teks terjemahan nas Imam Abu Hanifah dalam hal tersebut ( Rujuk kitab asal sepertimana yang telah di scan di atas) :
“ Berkata Imam Abu Hanifah: Dan kami ( ulama Islam ) mengakui bahawa Allah ta’al ber istawa atas Arasy tanpa Dia memerlukan kepada Arasy dan Dia tidak bertetap di atas Arasy, Dialah menjaga Arasy dan selain Arasy tanpa memerlukan Arasy, sekiranya dikatakan Allah memerlukan kepada yang lain sudah pasti Dia tidak mampu mencipta Allah ini dan tidak mampu mentadbirnya sepeti jua makhluk-makhluk, kalaulah Allah memerlukan sifat duduk dan bertempat maka sebelum diciptaArasy dimanakah Dia? Maha suci Allah dari yang demikian”. Tamat terjemahan daripada kenyatan Imam Abu Hanifah dari kitab Wasiat beliau.
Amat jelas di atas bahawa akidah ulama Salaf sebenarnya yang telah dinyatakan oleh Imam Abu Hanifah adalah menafikan sifat bersemayam(duduk) Allah di atas Arasy.
Semoga Mujassimah diberi hidayah sebelum mati dengan mengucap dua kalimah syahadah kembali kepada Islam.
2. ALBANI & AZ-ZAHABI KATA: AKIDAH ISLAM ADALAH “ALLAH WUJUD TANPA BERTEMPAT” & ALLAH TIDAK BERSEMAYAM/DUDUK ATAS ARASY.
Albany tobat dari aqidah wahaby sesat dan salah
[COVER.JPG]
[AL-BANI+TOLAK+TEMPAT1.jpg]
Silakan pembaca rujuk teks kenyataan Allah Wujud Tanpa Bertempat Dan Tanpa Berarah oleh Al-Bani & Az-Zahabi :
Kitab: Mukhtasor ‘Ulu Li ‘Aliyyil ‘Azhim.
Pengarang: Syamsuddin Az-Zahabi.
Pentahkik: Nasiruddin Al-Bani.
Cetakan: Maktab Islami.
Mukasurat: 71.
Kenyataan teks Al-Bani bersumber kitab di atas : “ Apabila kamu telah mendalami perkara tersebut, denganizin Allah kamu akan faham ayat-ayat Al-Quran dan Hadith Nabai serta kenyataan para ulama Salaf yang telah dinyatakan oleh Az-Zahabi dalam kitabnya ini Mukhtasor bahawa erti dan maksud sebalik itu semua adalah makna yang thabit bagi Allah iaitu ketinggian Allah pada makhluk-makhlukNya ( bukan ketinggian tempat), istawanya Allah atas arasyNya layak bagi keagonganNya dan Allah tidak ber arah dan Allah tidak bertempat”.
(Sila rujuk kitab tersebut yang telah di scan di atas).
3. Adzahaby Rah. Kafirkan aqidah Allah duduk dan bertempat
[kabirzahaby.jpg]
[Zkafirkanaqidhjulus.jpg]
Az-Zahabi mengkafirkan akidah Allah Duduk sepertimana yang telah dinyatakan olehnya sendiri di dalam kitabnya berjudul Kitab Al-Kabair. Demikian teks Az-Zahabi kafirkan akidah “ Allah Bersemayam/Duduk” :
( RUJUK SCAN KITAB TERSEBUT DI ATAS )
Nama kitab: Al-Kabair.
Pengarang: Al-Hafiz Az-Zahabi.
Cetakan: Muassasah Al-Kitab Athaqofah,cetakan pertama 1410h.
Terjemahan.
Berkata Al-Hafiz Az-Zahabi:
“Faidah, perkataan manusia yang dihukum kufur jelas terkeluar dari Islam oleh para ulama adalah: …sekiranya seseorang itu menyatakan: Allah Duduk untuk menetap atau katanya Allah Berdiri untuk menetap maka dia telah jatuh KAFIR”. Rujuk scan kitab tersebut di atas m/s 142.
Perhatikan bagaimana Az-Zahabi menghukum kafir sesiapa yang mendakwa Allah bersifat Duduk. Sesiapa yang mengatakan Allah Duduk maka dia kafir.
Fokuskan pada kenyataan Az-Zahhabi tidak pula mengatakan “sekiranya seseorang itu kata Allah Duduk seperti makhlukNya maka barulah dia kafir” akan tetapi amat jelas Az-Zahabi terus menghukum kafir kepada sesiapa yang mendakwa Allah Duduk disamping Az-Zahabi menukilkan hukum tersebut dari seluruh ulama Islam.
4. Ibnu Hajar Al-haitsamy aqidah Tajsim Ibnu taymiyah sesat (Aqidah ibnu taymiyah pada kitab-kitabnya sebelum taubat)
[cover.jpg]
Dalam buku Al-Fatawa Al-Hadithiyyah karangan Imam Ibn Hajar Al-Haitami, ketika beliau membahaskan tentang kelebihan golongan fuqaha’ berbanding sebahagian golongan ahli hadith dalam memahami dan mengistinbath hukum daripada hadith-hadith hukum, beliau turut secara tak langsung mengkritik Ibn Taimiyyah.
[373.jpg]
Beliau ditanya: “Hadis itu menyesatkan kecuali bagi ahli Fiqh. Adakah ianya suatu hadith dan apa maknanya? Bukankah seorang ahli Fiqh itu juga perlu tahu mengenai Hadis terlebih dahulu.?!…”
Beliau menjawab: “Kata-kata itu bukanlah dari Rasulullah (sallallahu’alaihi wasallam), ia merupakan kata-kata Ibn ‘Uyainah r.h.l. dan ahli-ahli Fiqh yang lain. Maksud kata-kata itu ialah, hadith itu sendiri seperti Al-Qur’an. Ia kadangkala diriwayatkan dengan lafaz yang umum tetapi dengan maknanya yang khusus, begitu juga sebaliknya. Ada juga Hadis yang Nasikh dan Hadis yang Mansukh (tidak digunakan lagi). Ada juga hadith yang tidak disertai dengan amal (tidak diamalkan). Kadangkala pula, ada hadis yang secara zahirnya seolah-olah menyerupakan Allah dengan makhluk (Tasybih) seperti hadith “Tuhan turun” dan sebagainya. Tidak diketahui akan maknanya kecualilah golongan fuqoha’, berbeza dengan mereka yang tidak mengetahui melainkan sekadar (meriwayatkan lafaz) hadith tersebut. Dengan demikian (tidak mengetahui makna sebenarnya, tetapi sekadar meriwayatkannya secara zahir sahaja) orang akan sesat padanya (pada bermuamalah dengan hadith tersebut) sepertimana yang terjadi kepada sebahagian golongan hadith terdahulu dan golongan hadith yang mutakhir seperti Ibn Taimiyyah dan para pengikutnya. “
Demikian ungkapan Imam Ibn Hajar dalam menggambarkan fenomena di mana sebahagian ahli hadith yang tidak faham makna hadith secara betul, lalu mereka tersesat dengan hadith tersebut. Beliau menyebutkan antara contoh mereka tersebut adalah: “IBN TAIMIYYAH dan para pengikutnya”.
5. Kitab Al-ibanah dipalsukan oleh musuh-musuh islam dan isinya Kontradiktif (bertentangan)
[1.jpg]
[2.jpg]
[4.jpg]
Lihat pada yang di line di halaman 119 scan kitab al-ibanah (dicetakan Saudi Arabia Universiti Islamiah Madinah Munawwarah) diatas :
Allah istawa ditafsirkan :
“yaliqu bihi min ghairi Thulil istiqrar, kamaa qala:….”
Artinya : (Allah istiwa ditafsirkan) : yang sesuai dengan- NYa (kesucian sifat Allah) dari selain “bertempat”/istiqrar/memerlukan tempat”
Lihat pada yang di garis (line) bawah di Halaman 126, (kitab Al-Ibanah tersebut dicetakan Saudi Arabia Universiti Islamiah Madinah Munawwarah):
“wa innahu mustwawin ‘alal ‘arsyihi bila kaifin wala istiqrarin”
Artinya : Dan sesungguhnya Allah ber – istiwa ‘alal ‘arsyhi tanpa bentuk (kaif) dan tanpa bertempat
Lihat kitab Al-Ibanah di atas artikel ini yang telah discan dan perhatikan pada line yang telah digaris, kitab Al-Ibanah tersebut dicetakan Saudi Arabia Universiti Islamiah Madinah Munawwarah cetakan 5 mukasurat 119 & 126.WAHHABI KATA : Imam Abu Hasan Al-Asya’ry pun kata Allah bertempat duduk/bersemayam di atas arasy dalam kitabnya Al-Ibanah.
Sedangkan
IMAM ABU HASAN AL-ASYA’RY PULA SEBUT DALAM KITABNYA ITU SENDIRI: ALLAH BERISTAWA ATAS ARASY TANPA BERBENTUK DAN TANPA MENGAMBIL TEMPAT. Lihat kitab Al-Ibanah di atas artikel ini yang telah discan dan perhatikan pada line yang telah digaris, kitab Al-Ibanah tersebut dicetakan Saudi Arabia Universiti Islamiah Madinah Munawwarah cetakan 5 mukasurat 119 & 126.
Pendusta Wahhabi amat keji disisi Allah dan Islam. Semoga pembohong Wahhabi ini diberi hidayah sebelum mati.
*ISTAWA TIDAK BOLEH DITERJEMAHKAN KEPADA BERSEMAYAM KERANA BERSEMAYAM BERERTI DUDUK, INI BUKAN SIFAT ALLAH. SEPERTI MANA ALMUTAKABBIR TIDAK BOLEH DITERJEMAHKAN KEPADA SOMBONG&ANGKUH KERANA ITU SIFAT JELEK BUKAN SIFAT ALLAH. AKAN TETAPI SEBAIKNYA DITERJEMAHKAN DENGAN MAHA BERKUASA.
6. JENAYAH PEMALSUAN KITAB AL-IBANAH BAGI IMAM ABU HASAN AL-ASY’ARI
(Kitab : Tabyin kizb al-muftari yang telah ditulis oleh al-Imam Ibnu Asakir)

Terdapat lima buah jodol kitab yang dinisbahkan kepada Imam Abu Hasan al-Asy’ari. Diantaranya :
1-Makalat al-Islamiyyin
2-Risalah fi istihsan al-hudh fi ilm al-kalam
3-Al-luma’ fir ad ‘ala ahli al-zaigh wa al-bida’
4-Al-ibanah fi usul al-dianah
5-Risalah ahli al-thaghr
Tiga kitab yang pertama disebut oleh para pengkaji sebagai selamat dari sebarang pemalsuan dan tokok tambah.
Sementara dua jodol (Al-ibanah fi usul al-dianah dan Risalah ahli al-thaghr)
yang terakhir para pengkaji berpendapat ada usaha yang bersungguh-sungguh untuk dipalsukan dari manuskrp yang asal.
Mereka yang dikenali sebagai salafiyyin adalah dari golongan yang bertanggung jawab diatas jenayah pemalsuan isi kandungan aslinya.Al-Allamah al-Kauthari ada menyatakan pada pada muqaddimah kitab tabyin kizb al-muftari : Naskhah kitab al-Ibanah yang dicetak di India adalah merupakan naskhah yang telah dipalsukan sebahagian dari isinya, adalah menjadi kewajipan untuk mencetak semula sebagaimana yang asal dari manuskrip yang dipercayai.
Dr Abd rahman Badawi didalam kitabnya berjodol mazahib islamiyyin menyokong pandangan al-Kauthari dengan katanya :
Apa yang telah disebut oleh al-Kauthari adalah merupakan suatu yang benar , dimana kitab al-Ibanah telah dicetak semula di India dengan permainan pehak-pehak jahat
Para pengkaji mendapati dua pasal dari kitab al-Ibanah yang telah dimuatkan didalam kitab tabyin kizb al-muftari karangan Imam Ibnu Asakir dan kitab al-Ibanah yang berada dipasaran ternyata dengan jelas terdapat pemalsuan.
Contoh pemalsuan kitab al-Ibanah:
Kitab Ibanah yang berada dipasaran : halaman 16 (وأنكروا أن يكون له عينان…. )
Kalimah عينانdengan lafaz tathniah(menunjukkan dua).
Kitab Ibanah cetakkan Dr Fauqiyyah : halaman 22 (وأن له عينين بلا كيف….)
Kalimah yang digunakan juga adalah dari lafaz tathniah(menunjukkan dua).
Kitab Ibnu Asakir halaman 158 : (وأن له عينا بلا كيف….)
Kalimah yang digunakan adalah lafaz mufrad ( satu )
Kalimah mufrad adalahbertepatan dan tidak bertentangan dengan al-Kitab ,al-Sunnahdan pendapat-pendapat salaf.Ini kerana lafaz عينينtidak warid(datang) didalam al-Kitab dan al-Sunnah. Ini kerana menduakan kalimah عينadalah dianggap mengkiaskan Allah dengan makhluk yang sesuatu yang dapat disaksikan secara zahir .Maha suci Allah dari yang demikian itu.
VII. Kisah Ibnu Taymiyah Bertobat dari Aqidah Tajsim
[DurahKaminahIbnutaimiahTaubt.jpg]
Dengan kajian ini dapatlah kita memahami bahawa sebenarnya akidah Ibnu Taymiyah (Sebelum Tobat) dan Wahhabiyah antaranya :
1-Allah duduk di atas kursi.
2-Allah duduk dan berada di atas arasy.
3-Tempat bagi Allah adalah di atas arasy.
4-Berpegang dengan zohir(duduk) pada ayat “Ar-Rahman ^alal Arasy Istawa”.
5-Allah berada di langit.
6-Allah berada di tempat atas.
7-Allah bercakap dengan suara.
8-Allah turun naik dari tempat ke tempat
dan selainnya daripada akidah kufur sebenarnya Ibnu Taimiah telah bertaubat daripada akidah sesat tersebut dengan mengucap dua kalimah syahadah serta mengaku sebagai pengikut Asyairah dengan katanya “saya golongan Asy’ary”.
(Malangnya Wahhabi mengkafirkan golongan Asyairah, lihat buktinya :http://abu-syafiq.blogspot.com/2007/05/hobi-wahhabi-kafirkan-umat-islam.html).
Syeikhul Islam Imam Al-Hafiz As-Syeikh Ibnu Hajar Al-Asqolany yang hebat dalam ilmu hadith dan merupakan ulama hadith yang siqah dan pakar dalam segala ilmu hadith dan merupakan pengarang kitab syarah kepada Sohih Bukhari berjudul Fathul Bari beliau telah menyatakan kisah taubat Ibnu taimiah ini serta tidak menafikan kesahihannya dan ianya diakui olehnya sendiri dalam kitab beliau berjudul Ad-Durar Al-Kaminah Fi ‘ayan Al-Miaah As-Saminah yang disahihkan kewujudan kitabnya oleh ulama-ulama Wahhabi juga termasuk kanak-kanak Wahhabi di Malaysia ( Mohd Asri Zainul Abidin).
Kenyatan bertaubatnya Ibnu Taimiah dari akidah sesat tersebut juga telah dinyatakan oleh seorang ulama sezaman dengan Ibnu Taimiah iaitu Imam As-Syeikh Syihabud Din An-Nuwairy wafat 733H.
Ini penjelasannya :
Berkata Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam kitabnya berjudul Ad-Durar Al-Kaminah Fi “ayan Al-Miaah As-Saminah cetakan 1414H Dar Al-Jiel juzuk 1 m/s 148
dan Imam As-Syeikh Syihabuddin An-Nuwairy wafat 733H cetakan Dar Al-Kutub Al-Misriyyah juzuk 32 m/s 115-116 dalam kitab berjudul Nihayah Al-Arab Fi Funun Al-Adab nasnya:
وأما تقي الدين فإنه استمر في الجب بقلعة الجبل إلى أن وصل الأمير حسام الدين مهنا إلى الأبواب السلطانية في شهر ربيع الأول سنة سبع وسبعمائة ، فسأل السلطان في أمره وشفع فيه ، فأمر بإخراجه ، فأخرج في يوم الجمعة الثالث والعشرين من الشهر وأحضر إلى دار النيابة بقلعة الجبل ، وحصل بحث مع الفقهاء ، ثم اجتمع جماعة من أعيان العلماء ولم تحضره القضاة ، وذلك لمرض قاضي القضاة زين الدين المالكي ، ولم يحضر غيره من القضاة ، وحصل البحث ، وكتب خطه ووقع الإشهاد عليه وكتب بصورة المجلس مكتوب مضمونه : بسم الله الرحمن الرحيم شهد من يضع خطه آخره أنه لما عقد مجلس لتقي الدين أحمد بن تيمية الحراني الحنبلي بحضرة المقر الأشرف العالي المولوي الأميري الكبيري العالمي العادلي السيفي ملك الأمراء سلار الملكي الناصري نائب السلطنة المعظمة أسبغ الله ظله ، وحضر فيه جماعة من السادة العلماء الفضلاء أهل الفتيا بالديار المصرية بسبب ما نقل عنه ووجد بخطه الذي عرف به قبل ذلك من الأمور المتعلقة باعتقاده أن الله تعالى يتكلم بصوت ، وأن الاستواء على حقيقته ، وغير ذلك مما هو مخالف لأهل الحق ، انتهى المجلس بعد أن جرت فيه مباحث معه ليرجع عن اعتقاده في ذلك ، إلى أن قال بحضرة شهود : ( أنا أشعري ) ورفع كتاب الأشعرية على رأسه ، وأشهد عليه بما كتب خطا وصورته : (( الحمد لله ، الذي أعتقده أن القرآن معنى قائم بذات الله ، وهو صفة من صفات ذاته القديمة الأزلية ، وهو غير مخلوق ، وليس بحرف ولا صوت ، كتبه أحمد بن تيمية . والذي أعتقده من قوله : ( الرحمن على العرش استوى ) أنه على ما قاله الجماعة ، أنه ليس على حقيقته وظاهره ، ولا أعلم كنه المراد منه ، بل لا يعلم ذلك إلا الله تعالى ، كتبه أحمد بن تيمية . والقول في النزول كالقول في الاستواء ، أقول فيه ما أقول فيه ، ولا أعلم كنه المراد به بل لا يعلم ذلك إلا الله تعالى ، وليس على حقيقته وظاهره ، كتبه أحمد بن تيمية ، وذلك في يوم الأحد خامس عشرين شهر ربيع الأول سنة سبع وسبعمائة )) هذا صورة ما كتبه بخطه ، وأشهد عليه أيضا أنه تاب إلى الله تعالى مما ينافي هذا الاعتقاد في المسائل الأربع المذكورة بخطه ، وتلفظ بالشهادتين المعظمتين ، وأشهد عليه بالطواعية والاختيار في ذلك كله بقلعة الجبل المحروسة من الديار المصرية حرسها الله تعالى بتاريخ يوم الأحد الخامس والعشرين من شهر ربيع الأول سنة سبع وسبعمائة ، وشهد عليه في هذا المحضر جماعة من الأعيان المقنتين والعدول ، وأفرج عنه واستقر بالقاهرة
Saya terjemahkan beberapa yang penting dari nas dan kenyataan tersebut:
1-
ووجد بخطه الذي عرف به قبل ذلك من الأمور المتعلقة باعتقاده أن الله تعالى يتكلم بصوت ، وأن الاستواء على حقيقته ، وغير ذلك مما هو مخالف لأهل الحق
Terjemahannya: “Dan para ulama telah mendapati skrip yang telah ditulis oleh Ibnu Taimiah yang telahpun diakui akannya sebelum itu (akidah salah ibnu taimiah sebelum bertaubat) berkaitan dengan akidahnya bahawa Allah ta’ala berkata-kata dengan suara, dan Allah beristawa dengan erti yang hakiki (iaitu duduk) dan selain itu yang bertentangan dengan Ahl Haq (kebenaran)”.
2-
قال بحضرة شهود : ( أنا أشعري ) ورفع كتاب الأشعرية على رأسه
Terjemahannya: ” Telah berkata Ibnu Taimiah dengan kehadiran saksi para ulama: ‘ Saya golongan Asy’ary’ dan mengangkat kitab Al-Asy’ariyah di atas kepalanya ( mengakuinya)”.
3-
والذي أعتقده من قوله : ( الرحمن على العرش استوى ) أنه على ما قاله الجماعة ، أنه ليس على حقيقته وظاهره ، ولا أعلم كنه المراد منه ، بل لا يعلم ذلك إلا الله تعالى ، كتبه أحمد بن تيمية
Terjemahan khot tulisan Ibnu Taimiah dihadapan para ulama islam ketika itu dan mereka semua menjadi saksi kenyataan Ibnu Taimiah :
” Dan yang aku berpegang mengenai firman Allah ‘Ar-Rahman diatas Arasy istawa’ adalah sepertimana berpegangnya jemaah ulama islam, sesungguhnya ayat tersebut bukan bererti hakikatnya(duduk) dan bukan atas zohirnya dan aku tidak mengetahui maksud sebenar-benarnya dari ayat tersebut bahkan tidak diketahui makna sebenr-benarnya dari ayat tersebut kecuali Allah.Telah menulis perkara ini oleh Ahmad Ibnu Taimiah”.
4-
وأشهد عليه أيضا أنه تاب إلى الله تعالى مما ينافي هذا الاعتقاد في المسائل الأربع المذكورة بخطه ، وتلفظ بالشهادتين المعظمتين
Terjemahannya berkata Imam Nuwairy seperti yang dinyatakan juga oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany : ” Dan aku antara saksi bahawa Ibnu Taimiah telah bertaubat kepada Allah daripada akidah yang salah pada empat masaalah akidah yang telah dinyatakan, dan Ibnu Taimiah telah mengucap dua kalimah syahadah(bertaubat daripada akidah yang salah pernah dia pegangi terdahulu)”.
ULAMA-ULAMA YANG MENYATAKAN DAN MENYAKSIKAN KISAH TAUBATNYA IBNU TAIMIAH.
Selain Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam kitabnya berjudul Ad-Durar Al-Kaminah Fi “ayan Al-Miaah As-Saminah cetakan 1414H Dar Al-Jiel juzuk 1 m/s 148
dan Imam As-Syeikh Syihabuddin An-Nuwairy wafat 733H cetakan Dar Al-Kutub Al-Misriyyah juzuk 32 m/s 115-116 dalam kitab berjudul Nihayah Al-Arab Fi Funun Al-Adab yang menyatakan kisah taubat Ibnu Taimiah ramai lagi ulama islam yang menyaksikan dan menceritakan kisah pengakuan tersebut antaranya lagi :
-As-Syeikh Ibnu Al-Mu’allim wafat tahun 725H dalam kitab Najmul Muhtadi Wa Rojmul Mu’tadi cetakan Paris nom 638.
-As-Syeikh Ad-Dawadai wafat selepas 736H dalam kitab Kanzu Ad-Durar – Al0Jam’-239.
-As-Syeikh Taghry Bardy Al-Hanafi bermazhab Hanafiyah wafat 874H dalam Al-Minha As-Sofi m/s576 dan beliau juga menyatakn sepertimana yang dinyatakan nasnya oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqolany dalam kitabnya yang lain berjudul An-Nujum Az-Zahirah Al-Jami’ 580.
Merekalah dan selain mereka telah menyatakan taubat Ibnu Taimiah daripada akidah Allah Duduk dan bertempat di atas arasy.

VIII. Di Antara Bukti “al-Imam al-Hafizh Murtadla az-Zabidi Asyafi’i” didalam kitab ithaf katakan Ibn Taimiyah Sesat

هذا ما ذكره الحافظ مرتضى الزبيدي في شرح الإحياء ج2/106 طبع دار الفكر ما نصه: قال التقي السبكي “وكتاب العرش من أقبح كتبه (أي لابن تيمية) ولما وقف عليه الشيخ أبو حيان ما زال يلعنه حتى مات بعد أن كان يعظمه” اهـ بحروفه.
Terjemah:
Berikut ini adalah dari tulisan al-Imam al-Hafizh Murtadla az-Zabidi dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Fi Syarh Ihya’ ‘Ulumiddid di atas, cet. Dar al-Fikr Bairut, j. 2, hlm. 106:
“Imam Taqiyyuddin as-Subki (Ali ibn Abd al-Kafi as-Subki -w 756 H-, seorang ulama yang telah mencapai derajat Mujtahid mutlak) berkata: “Buku berjudul AL-’ARSY adalah di antara karyanya (Ibn Taimiyah) yang paling buruk [[Ibn Taimiyah al-Mujassim ini mengatakan Allah duduk di atas arsy]], ketika Syaikh Abu Hayyan al-Andaulusi mendapatkan buku ini maka ia senantiasa melaknat Ibn Taimiyah hingga beliau meninggal dunia; setelah sebelumnya beliau mengagungkan Ibn Taimiyah”.

IX. Bukti (Kitab al fiqh al absath) Aqidah Imam Abu Hanifah “ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN TANPA ARAH”,


Terjemah:
Lima: Apa yang beliau (Imam Abu Hanifah) tunjukan –dalam catatannya–: “Dalam Kitab al-Fiqh al-Absath bahwa ia (Imam Abu Hanifah) berkata: Allah ada tanpa permulaan dan tanpa tempat, Dia ada sebelum menciptakan segala makhluk, Dia ada sebelum ada tempat, sebelum segala ciptaan, sebelum segala sesuatu”. Dialah yang mengadakan/menciptakan segala sesuatu dari tidak ada, oleh karenanya maka tempat dan arah itu bukan sesuatu yang qadim (artinya keduanya adalah makhluk/ciptaan Allah).
Keterangan:
Kitab ini berjudul Isyarat al-Maram Min ‘Ibarat al-Imam adalah karya Imam al-Bayyadli. Isinya adalah penjelasan aqidah yang diyakini oleh Imam Abu Hanifah sesuai risalah2 yang ditulis oleh Imam Abu Hanifah sendiri.
X. Fitnah Hanabilah Mujassimah Yang Menyebabkan Berlakunya Pertumpahan Darah Di Baghdad
1. Fahaman al-Tajsim pernah melanda mazhab Imam Ahmad Ibn Hanbal (selepas kewafatan beliau) sehingga timbul istilah “al-Hanabilah al-Mujassimah” atau “Mujassimah al-Hanabilah.”
2. Al-Imam al-Allamah al-Muhaddith al-Nassabah Ibn al-Athir (wafat 630H) menukilkan di dalam kitab sejarahnya yang sangat terkenal “al-Kamil fi al-Tarikh” mengenai salah satu fitnah al-Hanabilah al-Mujassimah di Baghdad. [Lihat gambar yang disediakan]

Terjemahan:
Tahun Tiga Ratus dan Tujuh Belas (Hijrah)
Pada Menyatakan Beberapa Peristiwa
“Dan padanya satu fitnah yang besar telah berlaku di Baghdad di antara pengikut Abu Bakar al-Marwazi al-Hanbali dan orang-orang lain daripada masyarakat umum. Dan ramai daripada tentera telah masuk ke dalamnya (Baghdad).
Dan sebab bagi (fitnah) tersebut ialah bahawa sesungguhnya para pengikut al-Marwazi mentafsirkan firman Allah Ta’ala (Surah al-Isra’: 79):
“semoga Tuhanmu membangkit dan menempatkanmu pada hari akhirat di tempat yang terpuji.”
bahawa sesungguhnya Allah [Maha Suci] akan meletakkan Nabi SAW bersamanya di atas Arash.
Dan golongan yang lain pula berkata: Hanyasanya ia (tempat yang terpuji itu) adalah Shafaat.
Maka berlakulah fitnah dan mereka saling berbunuhan, sehingga yang terbunuh di kalangan mereka itu sangat ramai.”
3. Lihatlah wahai pembaca budiman yang mencari kebenaran, fitnah Tajsim yang timbul pada tahun 317H di Baghdad dari salah seorang Hanabilah Mujassimah iaitu Abu Bakar al-Marwazi al-Hanbali telah menyebabkan pertumpahan darah yang banyak berlaku di kalangan umat Islam, hasil daripada tafsiran menyelewengnya terhadap nas al-Quran.

XI. BUKTI AQIDAH ALLAH TANPA TEMPAT DAN ARAH DI KITAB AL-AQIDAH ATH-THAHAWIYAH (Abu Ja’far At-Thahawi)
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Al-‘Allamah Hujjatul Islam Abu Ja’far Al-Warraq Ath-Thahawi-di Mesir-berkata: “Inilah penuturan keterangan tentang aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, menurut mahdzab para ahli fiqih Islam: Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit Al-Kufi, Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim Al-Anshari dan Abu Abdillah Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani Ridwanallahu ‘alaihim ajma’in, beserta pokok-pokok keagamaan yang mereka yakini dan mereka gunakan untuk beribadah kepada Allah Rabbil ‘alamin.”
Cover matan aqidah thahawiyah:
Al Imam Abu Ja’far ath-Thahawi -semoga Allah meridlainya- (227-321 H) berkata (lihat pada scan kitab pada point 12):

Tarjamah:
“Maha suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar (seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya). Dia tidak diliputi oleh satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan dan belakang) tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut”.
Allah tidak berhajat pada arsy dan makhluq bahkan Allah menguasai Arsy dan semua makhluq:

Tarjamah matan aqidah thahawiyah point 16:
“Dan arsy dan kursy adalah benar adanya (haq), dan Dia tidak membutuhkan ‘Arsy-Nya itu dan apa yang ada di bawahnya. Dia menguasai segala sesuatu dan apa-apa yang ada di atas (arsy)nya. Dan Dia tidak memberi kemampuan kepada makhluk-Nya untuk menguasai segala sesuatu.”
Perkataan al Imam Abu Ja’far ath-Thahawi di atas merupakan Ijma’ (konsensus) para sahabat dan Salaf (orang-orang yang hidup pada tiga abad pertama hijriyah).

XII. al Imam al Hafizh Ibn al Jawzi Membongkar Kesesatan Aqidah Tasybih wahabi (penyembah dajjal keriting) ((( Mewaspadai Ajaran Wahabi )))

Kitab ini berjudul “Talbis Iblis”, [ artinya Membongkar Tipu Daya Iblis ], karya al Imam al Hafizh Abdurrahman ibn al Jawzi (w 579 H), salah seorang ulama terkemuka (–bahkan rujukan–) dalam madzhab Hanbali.
Terjemahan yang diberi tanda:
“Mereka yang memahami sifat-sifat Allah dalam makna indrawi ada beberapa golongan. Mereka berkata bahwa Allah bertempat di atas arsy dengan cara menyentuhnya, jika DIA turun (dari arsy) maka DIA pindah dan bergerak. Mereka menetapkan ukuran penghabisan (bentuk) bagi-NYA. Mereka mengharuskan bahwa Allah memiliki jarak dan ukuran. Mereka mengambil dalil bahwa Dzat Allah bertempat di atas arsy [--dengan pemahaman yang salah--] dari hadits nabi: “Yanzil Allah Ila Sama’ ad Dunya”, mereka berkata: “Pengertian turun (yanzil) itu adalah dari arah atas ke arah bawah”.
Mereka memahami makna “nuzul” (dalam hadits tersebut) dalam pengertian indrawi yang padahal itu hanya khusus sebagai sifat-sifat benda. Mereka adalah kaum Musyabbihah yang memahami sifat-sifat Allah dalam makna indrawi (meterial). Dan Telah kami paparkan perkataan-perkataan mereka dalam kitab karya kami berjudul “Minhaj al Wushul Ila ‘Ilm al Ushul”.
Imam Ibn al Jawzi al Hanbali menegaskan bahwa KEYAKINAN ALLAH BERTEMPAT DI ATAS ARSY ADALAH KEYAKINAN MUSYABBIHAH. Lihat, beliau adalah ulama besar dalam madzhab Hanbali, hidup jauh sebelum datangnya Ibnu Taimiyah dengan faham-faham Tasybih-nya. Ratusan tahun sebelum datang Muhammad bin Abdil Wahhab dengan faham-faham Tajsim-nya…….
Catatan Penting:
Ibn al-Jauzi adalah al-Imam al-Hafizh Abdurrahman ibn Abi al-Hasan al-Jauzi (w 597 H), Imam Ahlussunnah terkemuka, ahli hadits, ahli tafsir, dan seorang teolog (ahli ushul) terdepan. Beliau bermadzhab Hanbali.
Awas salah; beda antara Ibn al-Jauzi dengan Ibn Qayyim al-Jauziyyah. Adapun ibn Qayyim al-Jauziyyah ini adalah Muhammad ibn Abi Bakr az-Zar’i (w 751 H) murid dari Ibn Taimiyah yang dalam keyakinannya persis sama dengan Ibn Taimiyah sendiri; dua-duanya orang sesat dan menyesatkan.
XIII. Imam As-subki beraqidah ALLAH ADA TANPA TEMPAT DAN ARAH DALAM KITABNYA “as-Saif ash-Shaqil Fi ar-Radd ‘Ala ibn Zafil”

Kitab ini “as-Saif ash-Shaqil Fi ar-Radd ‘Ala ibn Zafil” adalah karya al-Imam al-Hafizh Taqiyyuddin as-Subki (756 H); Ulama terkemuka dalam madzhab Syafi’i yang telah mencapai derajat Mujtahid Mutlak. Isinya dari a sampe z membantah aqidah sesat Ibn Qayyim (murid Ibn Taimiyah). Guru dan murid ini sama-sama berakidah tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya); mengatakan Allah duduk di atas arsy. Na’udzu Billah!!! Ibn Zafil yang dimaksud dalam kitab di atas adalah Ibn Qayyim.
Terjemah 1:
al-Bayhaqi telah mengutip dalam kitab Manaqib Ahmad dari pemimpin ulama madzhab Hanbali –yang juga putra dari pimpinan ulama madzhab Hanbali–; yaitu Imam Abu al-Fadl at-Tamimi, bahwa beliau (Abu al-Fadl) berkata: “Imam Ahmad sangat mengingkari terhadap orang yang mengatakan bahwa Allah sebagai benda (jism). Dan ia (Imam Ahmad) mengatakan bahwa nama-nama Allah itu diambil dari tuntunan syari’at dan dengan dasar bahasa. Sementara para ahli bahasa mengatakan bahwa definisi “jism” (benda) hanya berlaku bagi sesuatu yang memiliki panjang, lebar, volume, susunan, bentuk, (artinya yang memiliki dimensi), padahal Allah Maha Suci dari pada itu semua. Dengan demikian Dia (Allah) tidak boleh dinamakan dengan “jism” (benda), karena Dia Maha Suci dari makna-makna kebendaan, dan penyebutan “jism” pada hak Allah tidak pernah ada di dalam syari’at; maka itu adalah sesuatu yang batil”.

Terjemah 2:
al-Bayhaqi dalam kitab Manaqib Ahmad berkata: “Telah mengkabarkan kepada kami al-Hakim, berkata: Mengkabarkan kepada kami Abu Amr ibn as-Sammak, berkata: Mengkabarkan kepada kami Hanbal ibn Ishak, berkata: Aku telah mendengar pamanku Abu Abdillah (Ahmad ibn Hanbal) berkata: ”Mereka (kaum Mu’tazilah) mengambil dalil dalam perdebatan denganku, –ketika itu di istana Amîr al-Mu’minîn–, mereka berkata bahwa di hari kiamat surat al-Baqarah akan datang, demikian pula surat Tabarak akan datang. Aku katakan kepada mereka bahwa yang akan datang itu adalah pahala dari bacaan surat-surat tersebut. Dalam makna firman Allah “Wa Ja’a Rabbuka” (QS. al-Fajr 23), bukan berarti Allah datang, tapi yang dimaksud adalah datangnya kekuasaan Allah. Karena sesungguhnya kandungan al-Qur’an itu adalah pelajaran-pelajaran dan nasehat-nasehat”. Dalam peristiwa ini terdapat penjelasan bahwa al-Imâm Ahmad tidak meyakini makna “al-Majî’” (dalam QS. al-Fajr di atas) dalam makna Allah datang dari suatu tempat. Demikian pula beliau tidak meyakini makna “an-Nuzûl” pada hak Allah yang (disebutkan dalam hadits) dalam pengertian turun pindah dari satu tempat ke tempat yang lain seperti pindah dan turunnya benda-benda. Tapi yang dimaksud dari itu semua adalah untuk mengungkapkan dari datangnya tanda-tanda kekuasaan Allah, karena mereka (kaum Mu’tazilah) berpendapat bahwa al-Qur’an jika benar sebagai Kalam Allah dan merupakan salah satu dari sifat-sifat Dzat-Nya, maka tidak boleh makna al-Majî’ diartikan dengan datangnya Allah dari suatu tempat ke tampat lain. Oleh karena itu al-Imâm Ahmad menjawab pendapat kaum Mu’tazilah dengan mengatakan bahwa yang dimaksud adalah datangnya pahala bacaan dari surat-surat al-Qur’an tersebut. Artinya pahala bacaan al-Qur’an itulah yang akan datang dan nampak pada saat kiamat itu”.
XIV. Tafsir Athobari gunakan Takwil “Yad/tangan” dengan “KEKUASAAN”


Melakukan Takwil terhadap Nash2 Mutasyaabihaat itu terlarang jika dilakukan oleh orang2 yg tidak mempunyai kapasitas untuk itu. Adapun untuk para ahlinya, –sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Thabari; lihat scan di atas– , seperti yang dilakukan oleh para ulama Salaf Saleh, seperti; Imam Ibnu ‘Abbas, Imam Mujahid, Imam Qatadah, Imam Syu’bah, Imam Sufyan al-Tsawri, maka hal itu sudah pasti dapat dibenarkan.
Sahabat Abdullah ibn Abbas mentakwil firman Allah “Bi Aydin”; kata Aydin” adalah jamak dari “yad”, beliau mengatakan “yad” artinya “al-Quwwah” (kekuasaan)….!!!
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
artikel ini juga merupakan bantahan:
Bantahan salatobat kepada mujasimmah wahaby firanda.com dan mahrus ali sesat (mantan kyai NU menggugat)
Ratusan scam kitab ahulusnnah dari abad 1 hijriah berakidah Allah ada tanpa tempat dan arah